Sharing bersama HMJ

DEMA AKHWAT - Jakarta -(Selasa, 22 Maret 2022) Dewan Eksekutif Mahasiswi STID Mohammad Natsir memenuhi undangan dari Himpunan Mahasiswa Jurnalistik (HMJ) yaitu program sharing tentang bagaimana Peran Jurnalis Menghadapi Isu Teroris di Indonesia.

Kegiatan ini dilaksanakan di Perpustakaan Kantor Pusat Dewan Dakwah dengan narasumber yaitu Ir. Hanibal Wijayanta. Pemateri adalah Senior Manager News Gathering PT Lativi Mediakarya (tvOne). Sharing ini diikuti oleh mahasiswa Kelas Wartawan Profesional, mahasiswa program studi Komunikasi Penyiaran Islam, perwakilan Dema Ikhwan dan Dema Akhwat.

Azzam Habibullah sebagai ketua HMJ sekaligus yang memandu acara menyampaikan bahwa kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan memberikan wawasan perkembangan isu-isu dan bagaimana peran seorang jurnalis dalam menghadapinya.

Menurut Ir. Hanibal, Ketika dulu terorisme menjadi isu global maka peran media sangat pesat untuk informasi citra itu sendiri. Tidak sedikit Jurnalis memiliki informasi hanya untuk kepentingan tertentu tanpa meneliti apakah berita itu benar atau tidak.

Beliau menjelaskan bahwa untuk menjadi Seorang Wartawan yang profesional, setidaknya harus memiliki tiga modal penting. Ketika tiga modal ini sudah dimiliki maka dari situlah seorang wartawan tidak akan menyebarkan berita tidak benar atau hoax. 

Tiga modal itu adalah:

1. Bertaqwa

Dewasa ini tidak sedikit wartawan ketika mendengar kabar ledakan di suatu tempat mereka langsung meliput dan menyebarkan tanpa mencari kebenaran dari mana teroris itu muncul. Maka

Ketika Aqidah sudah kuat, takwa benar-benar tertanam dalam dada seorang, maka tidak ada celah untuk menyebarkan berita bohong, dia menjadi jurnalis yang memiliki pribadi yang berintegritas.

2. Tabayun

Tabayun adalah proses dimana seorang wartawan meneliti dan menyeleksi berita. Mengkonfirmasikan kepada narasumber tentang berita itu secara langsung. Narasumbernya tentu yang benar-benar memahami masalah itu. Karena berita bisa dikatakan valid ketika ada pelaku, korban dan saksi.

Dalam Islam tidak boleh dalam menerima dan menyebarkan berita. Beliau mengambil dalil mengenai itu dari QS. Al-Hujurat: 06

ا ا الَّذِينَ ا اءَكُمْ اسِقٌ ا ا ا الَةٍ ا لَىٰ ا لْتُمْ ادِمِينَ

_Wahai orang-orang yang percaya, jika ada seorang faasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kesialan, kemudian akhirnya kalian menyesali atas perlakuan kalian. _

3. Adil 

Seorang jurnalis harus adil dalam melihat suatu peristiwa dan tentunya tidak tergesa-gesa dalam memutuskan masalah baik dalam hal hukum, kebijakan dan sebagainya hingga jelas permasalahannya.

Ir. Hanibal mengambil landasan dari Al-Qur'an untuk menguatkan argumennya tersebut, yaitu pada QS. An-Nahl: 90

_Sesungguhnya Allah memerintahkan (kamu) berlaku adil dan kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang melakukan perbuatan kemunkaran, dan permusuhan. Dia memberi pelajaran agar kamu dapat mengambil pelajaran_

Ketika ketiga modal ini sudah dimiliki, maka dialah yang disebut wartawan atau jurnalis profesional. Ia taat pada kode etik Jurnalistik sehingga apa yang ia kabarkan menjadi berita yang dipercaya oleh masyarakat.

Beliau berpesan agar berhati-hati dalam mencari dan menyebarkan informasi, jangan sampai kita terlalu bersemangat mendukung Islam tapi tidak menemukan kebenaran apa dan siapa yang menghancurkan Islam.

Terakhir, Ir. Hanibal menampilkan potret dan dokumentar ketika ia bersama anggotanya meliput beberapa kejadian terutama yang terkait dengan teroris di Indonesia.

Alhamdulillah program Sharing ini berjalan lancar dan berakhir kurang lebih pada pukul 15.30 WIB.

(Hz. Khoir/Dema Akhwat)
 

Comments

Popular posts from this blog

Sabar dalam Dakwah

Collaboration DEMA Akhwat STID mohammad Natsir X DLC (Da'wah Language Club)

Temu Tokoh