Pesan Luqman Kepada Anaknya
Sang Ayah, Ali berbisik kepada Anaknya,
“Wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar”
Sang anak, Fatih bertanya,
“Wahai ayah, apa yang engkau maksud dengan mempersekutukan Allah?”
Ali berkata,
“Anakku, Allah adalah sang Maha Kuasa atas segala yang ada dijagat ini. Allah maha esa, yang artinya Allah itu satu. Maka, kita harus meunaikan hak Allah kepada diri kita sebagai hambaNya yang taat. Yakni, tidak menyekutukanNya, Tidak menyembah selain kepadaNya.”
“Ingatkah kau anakku, pesan Seorang ayah pada Anaknya yang terabadikan didalam surah Luqman ayat 13?” Tanya sang Ayah.
Fatih berkata, “Maaf ayah, aku melupakannya”
Sang Ayah berkata,
“Dan ingatlah ketika luqman berkata kepada Anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, `wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar.”
Fatih bertanya kembali tentang siapa Luqman sehingga kisahnya terabadikan didalam Alquran.
Ali menjelaskan,
“luqman adalah lelaki biasa. Luqman juga bukanlah seorang nabi dan dia tidak diberi wahyu. Luqman adalah seorang lelaki sholih yang terkenal karena nasihatnya yang beliau berikan kepada anaknya.”
“Wahai ayah, beri aku nasihat lagi” pinta Fatih kepada sang Ayah, Ali.
Ali Berbisik, “ Berbuat baiklah kepada kedua orang tua”
“Berbuat baiklah kepada mereka, senangilah wajahnya. Sungguh ridha Allah tergantung kepada ridho mereka. Senyum Allah kepadamu tergantung Senyum mereka kepadamu, sedih Allah kepadamu tergantung sedih mereka kepadamu, dan benci Allah kepadamu tergantung benci mereka kepadamu. Maka berbuat baiklah kepada mereka, jangan menyakitinya agar kau dapat meraih ridhoNya.”
Fatih kembali meminta sang ayah untuk memberikan beberapa nasihat lagi kepada dirinya
Sang ayah menjelaskan,
“Wahai anakku, takutlah kepada Allah ta`ala dimana pun engkau berada. Sesungguhnya Allah maha teliti atas apa yang engkau perbuat. Maka, janganlah engkau merasa senang ketika engkau sendiri tidak ada yang mengawasi,dan janganlah engkau merasa sedih saat sendiri. Sesungguhnya Allah maha lembut dan maha teliti.”
Fatih bertanya, “Baik ayah, aku mengerti. Aku tidak akan lagi pernah merasa sendiri karena selalu ada Allah yang mengawasi”
Ali tersenyum, “Tentu anakku yang sholih”
Ali menutup bukunya yang ia baca dan sampaikan kepada anaknya, Fatih. Ali mengusap lembut kepala anak lelakinya.
Sesekali ia berbisik lembut ditelinga anaknya, “Jadilah anak yang sholih anakku “ samar, namun menyentuh hati Fatih saat itu.
“Tentu ayahku” balas Fatih lembut.
------
Malam-malam langit bergemuruh, penuh doa-doa yang terlangitkan dari seorang ayah, Ali. Banyak sekali yang ia doakan pada malam itu tentang anaknya, Fatih. Harapan seorang ayah yang jauh dari kata materi dalam doanya. Ia menginginkan anaknya kelak menjadi anak yang sholih, yang mampu mensyiarkan islam dengan akhlaknya yang mulia. Wajahnya berurai Airmata tatkala ia mengingat masa kecilnya yang tak baik, ada rasa takut mencekam menyeruak dihatinya. Ia sangat takut anaknya akan menjadi sepertinya dahulu. Ia penuh harap kepada sang penciptaNya agar selalu menjaganya dan anaknya agar selalu dalam RidhoNya.
Sepertinya kita sepakat dengan apa yang dilakukan oleh Ali kepada sang anak. Ia selalu mendoakan anaknya, baik saat ia mengadu pada RabbNya, juga saat ia berbicara kepada sang anak penuh kelembutan dan hikmah didalamnya.
Ia mendidik anak dengan penuh ketauhidan dalam dirinya, tanpa menoleh ke masalalunya yang amat menyakitkan jika ia ingat. Namun, tidak serta merta ia membenci masalalunya begitu saja. Justru ia menjadikan masalalunya sebagai pelajaran dalam hidupnya.
Ia mendidik anaknya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Ia menjadikan Alqur`an dan Hadits sebagai tolak ukurnya dalam mendidik anaknya.
Tentu ini sebagai bentuk harapan dari seorang ayah kepada anaknya, yang ingin menjadikan anaknya berakhlak mulia seperti teladan umat islam didunia yaitu Rasulullah Shallahu`alaihi Wassalam.
Bayangkan harapan menakjubkan ini Allah kabulkan, Fatih menjadi lelaki yang sholih yang mampu mensyiarkan islam dengan akhlaknya yang mulia. Hati orangtua mana yang tidak menangis bahagia. Sungguh, membayangkannya saja sudah membuat hati berbunga-bunga.
Sungguh inilah kesuksesan orangtua yang sebenarnya, kesuksesan yang dapat mengantarkan orangtuanya kesyurga. Bukan kesuksesan duniawi saja yang menjadi prioritas, tetapi kesuksesan akhiratlah yang paling utama dari yang utama.
Tidak akan bisa gaji penuh dari kesuksesan seorang anak untuk menanggulangi rasa haus orangtua saat didalam kubur kecuali lantunan ayat suci Al-quran dan doa-doa manis dari anak sholih tersayang yang mampu menghilangkan dahaga.
Lalu apakah ada kesuksesan sejati bagi orangtua selain anak yang sholih?
“Bukankah perjuangan kecil yang kita lakukan untuk anak kita saat ini akan berperan besar bagi masadepan anak kita dan juga diri kita. Jawabannya, ya. Maka aku akan melakukan perjuangan lebih besar agar anak kita membawa sesuatu yang lebih besar maslahatnya bagi dunia dan akhirat.” Begitulah kira-kira pola pikir Ali saat mendidik anaknya, Fatih.
Ali belajar mendalami agama untuk kemudian ia ajarkan kembali kepada anaknya.
Lihat, kontribusi seorang Ayah sangat besar dalam hal ini.
( Erine Claufalia Suhendra)
Comments
Post a Comment