Itsar; Sudahkah Berkorban untuk Saudaramu?
Pernahkah sebelumnya anda menaiki angkutan umum? Tempat orang-orang berkumpul untuk sampai kepada tujuan yang diinginkan. Begitu sesak dan melelahkan berada dalam angkutan yang kapasitasnya tak terhitung lagi diisi dengan orang-orang yang saling berebut agar cepat sampai alamat tujuan.
Suatu ketika saya tertegun melihat keadaan di dalam busway, pada barisan depan yang biasa ditempati oleh perempuan nampak ibu-ibu bangkit dari kursi yang diduduki. Setelah ibu itu turun di halte tujuan, kursi yang didudukinya kosong tak ada satupun yang ingin mengisi. Padahal terlihat segerombol perempuan yang tengah berdiri di dekat kursi itu, serta beberapa pemudi juga berdiri bersama di dekat saya.
Semua perempuan yang berdiri saling tengok-menengok, saling mempersilahkan agar salah satu diantara mereka ada yang menempati kursi tersebut. Yang mengejutkan semua tidak ada yang mau menempati kursi tersebut, ada beberapa yang malu dan saling dorong agar salah satu kawannya bisa duduk untuk istirahat sejenak karena berdiri terlalu lama.
Dalam Islam, perbuatan tersebut disebut Itsar, yaitu mengutamakan orang lain dari pada diri sendiri. Perbuatan tersebut adalah akhlak yang sangat mulia. Namun, saat ini perbuatan tersebut sangat jarang bahkan sulit ditemukan. Melihat fenomena di atas, akan sangat aneh melihat kursi kosong namun tidak satupun tergerak untuk menduduki kursi tersebut, padahal alamat yang dituju masih jauh untuk menahan kaki agar tetap berdiri ditempat. Memang sangat berat mengorbankan diri sendiri untuk oranglain tanpa berbalas imbalan apapun, namun dalam Islam hal demikian tidaklah mustahil.
Akhlak mulia ini sudah pernah dicontohkan oleh para sahabat di zaman kerasulan Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam ketika sahabat muhajirin hijrah menuju Kota Madinah, para sahabat yang tinggal di Madinah menyambut dengan baik kedatangan para sahabat Muhajirin, dengan keimanan dan sikap kasih sayangnya mereka rela mempersilahkan untuk tinggal menempati rumahnya, bahkan mereka rela berbagi harta dan pasangan kepada sahabat Muhajirin. Maasyaallaah!
Dari perbuatan tersebut Allah mengabadikan kisah ini dalam Kitab yang senantiasa tak pernah berubah isi dan susunannya
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang-orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada memiliki keinginan di dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 9)
Namun, itsar hanya dimaknai dalam urusan duniawi saja. Untuk urusan ibadah, seorang muslim tidak diperkenankan mendahulukan orang lain. Karena dalam Islam, menjalankan ibadah diwajibkan agar senantiasa untuk berfastabiqul khairat dan tidak menunda-nunda melakukannya.
Sikap inilah yang perlu dipahami agar seorang muslim saling menumbuhkan sikap kepedulian, solidaritas, serta tidak egois kepada diri sendiri dalam perkara duniawi. Namun, jika itsar berkaitan dengan perkara ibada, maka hal ini tidak diperbolehkan.
Wallahu a'lam
(Afifah Nenditarini)
Comments
Post a Comment